PEMBAHASAN
2.1 Metodologi
Ulumul Tafsir
A. Pengertian Tafsir
Tafsir
berasal dari bahasa Arab fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan,
pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa
al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Selain itu, pengertian tafsir
sebagaimana juga dikemukakan pakar Al Qur’an dalam formulasi yang berbeda-beda,
namun dengan maksud atau esensinya sama. Al Jurjani, misalnya mengatakan
bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat al-quran dari berbagai seginya, baik
konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau
atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang
dan jelas. Sementara itu Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu
yang membahas kandungan al-qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti
sesuai dikehendaki Allah SWT, menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya,
Abu Hayan, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang di dalamnya terdapat
pembahasan mengenai cara mengungkapakan lafal-lafal Al-quran disertai makna
serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Dari banyak
pengertian tadi, dapat disimpulkan bahwa tafsir ialah suatu ilmu yang membahas
tentang isi atau makna atau pemahaman yang terdapat dalam lafal-lafal Al-quran
yang berisi penjelasan dan keterangan.
B. Model Penelitian Tafsir
Berikut ini
akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al Qur’an yang dilakukan para
ulama tafsir, sebagai berikut :
1) Model Quraish Shihab
H.M Quraish
Shihab pakar di bidang tafsir dan hadits se-Asia Tenggara, telah banyak
melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu di bidang tafsir.
Model
penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak
bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan, yaitu model
penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan
ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang
primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun ulama
lainnya, data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian
dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan
kategorisasi dan perbandingan.
Selanjutnya,
dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti
hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari
penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan
tafsir. Antara lain tentang: (1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan
tafsir, (2) corak-corak penafsiran, (3) macam-macam metode penafsiran Al Qur’an,
(4) syarat-syarat dalam menafsirkan Al Qur’an, (5) hubungan tafsir modernisasi.
2) Model Ahmad Al-Syabashi
Pada tahun
1985 Ahmad Asy-syarhasbi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan
metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagaimana yang dilakukan Quraish
Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau
kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti Ibn Jarir Ath-Thabrari,
Al-Zamakhsyari, Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Syatibi, Haji
khalifah.
Hasil
penelitiannya itu mencakup tiga bidang. Pertama,
mengenai sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa
sahabat nabi. Kedua, mengenai corak
tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di
bidang tafsir.
Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulullah SAW, pada awal masa pertumbuhan
Islam disusun pendek dan tampak ringkas karena penguasaan bahasa Arab yang
murni pada saat itu cukup untuk memahami
gaya dan susunan kalimat Al-Qur’an. Pada masa-masa sesudah itu penguasaan
bahasa Arab yang murni tadi mengalami kerusakan akibat pencampuran masyarakat
Arab dengan bangsa-bangsa lain.
Lebih lanjut Al-Syarbashi mengatakan, tentu saja pertama-tama kita harus
mengambil tafsir dari Rasulullah SAW melalui riwayat-riwayat hadits yang tidak
ada keraguan atas kebenarannya. Setelah kita pegang tafsir yang berasal dari
nabi, barulahh kita cari tafsir-tafsir dari para sahabat beliau.
3) Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh
Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang
produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang
tafsir Al Qur’an. Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang
bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan berdasar pada rujukan
kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.
Salah satu
hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Ghazali adalah berjudul Berdialog dengan Al-Qur’an. Tentang
macam-macam metode memahami Al-Qur’an Al-Ghazali membaginya ke dalam metode
klasik dan metode modern dalam memhami Aquran. Menurutnya dalam berbagai kajian
tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur’an yang berawal dari ulama
generasi terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan Al-Qur’an, sehingga lahirlah apa yang kita
kenal dengan metodologi memahami Al-Qur’an.
2.2 Metodologi Ulumul Hadits
A.
Pengertian Hadits
Dilihat dari
pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata badatsa, yabdutsu, badtsan, baditsan,
dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tesebut misalnya dapat berarti
Al-jadid min al-asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai lawan kata al-qadim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik.
Pengertian
hadits secara bahasa lebih ditekankan pada arti berita atau khabar, yang
berarti ma yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang
diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan dan dialihkan dari seseorang
kepada orang lain.
Selanjutnya,
hadits dilihat dari segi pengertian istilah, dijumpai pendapat yang
berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang
digunakan oleh masing-masing dalam melihat suatu masalah. Secara istilah,
Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa Hadits, khabar, dan atsar mempunyai pengertian
yang sama, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasullulah SAW, sahabat
atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan, baik semuanya
itu dilakukan sewaktu-waktu saja, maupun lebih sering dan banyak diikuti oleh
para sahabat.
Sedangkan
ulama ahli ushul fiqih mengatakan hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan
taqrir nabi yang berkaitan dengan penetapan hukum.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadits
adalah segala sesuatu yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Nabi SAW baik
berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan / pernyataan.
B. Model-Model Penelitian Hadits
Sebagaimana
halnya Al-Qur’an, Al-Hadits pun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan
dapat penelitian terhadap Al-Hadits lebih banyak kemungkinannya dibandingkan
penelitian terhadap Al-Qur’an.
Berikut ini model-model penelitian
hadits yang dilakukan oleh para ahli hadits, antara lain:
1) Model H.M. Quraish Shihab
Dalam bukunya
yang berjudul Membumikan Al Qur’an,
Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu mengenai
hubungan hadits dengan Al Qur’an serta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir.
Bahan-bahan yang beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan,
yaitu sejulah buku yang ditulis para pakar di bidang hadits termasuk pula Al-Qur’an.
Sedangkan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji
hipotesis.
Hasil penelitian Quraish Shihab
tentang fungsi hadits terhadap Al Qur’an, menyatakan bahwa Al Qur’an menekankan
bahwa Rasul SAW, berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah.
2) Model Musthafa Al-Siba’iy
Penelitian
yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy dalam bukunya Al-sunnah wa Makanatuha fi
al-Tasyri’I al-islami, bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan
historis dan disajikan secara deskriptif analitis. Yakni dalam sistem penyajian
menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah. Ia berupaya mendapatkan
bahan penelitian sebanyak-banyaknya dari berbagai literatur hadits sepanjang
perjalanan kurun waktu yang tidak singkat.
Hasil
penelitian yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah
proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah sampai sekarang.
3) Model Muhammad Al-Ghazali
Dilihat dari
segi kandungan yang terdapat dalam buku yang ditulisnya, nampak bahwa
penelitian hadits yang dilakukan Muhammad Al-Ghazali termasuk penelitian
eksploratif, yaitu membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai
persoalan teraktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status
hukumnya dengan berpijak pada konteks hadits tersebut.
Dengan kata
lain, Muhammad Al-Ghazali terlebih dahulu memahami hadits yang ditelitinya itu
dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan berbagai masalah aktual
yang muncul di masyarakat.
4) Model Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim
bin Al-Husain Al-Iraqiy
Zain
Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiy nampak berusaha membangun ilmu
hadits dengan menggunakan bahan hadits-hadits nabi serta berbagai pendapat para
ulama yang dijumpai dalam kitab tersebut. Dengan demikian, penelitiannya
bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menemukan
bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu. Buku inilah yang pertama kali
mengemukakan macam-macam hadits yang didasarkan pada kualitas sanad dan dan matannya.
2.3 Metodologi Filsafat dan Teologi ( Kalam )
A. Pengertian Filsafat Islam
Dari segi
bahasa , filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam. Kata
filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan
kata sophos yang berarti ilmu atau Hikmah.
Selanjutnya kata islam berasal
dari bahasa arab aslama, yuslima islaman yang berarti patuh, tunduk, berseradh
diri, serta memhon selamat dan sentosa.
Dapat
disimpulkan bahwa filsafat islam yaitu pembahasan meliputi berbagai soal alam
semesta dan bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan
yang turun bersama lahirnya agama islam.
Filsafat
Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Al-hadits,
pembahasannya mencakup bidang kosmalogi, bidang metafisika, masalah kehidupan
di dunia, kehidupan di akhirat, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
B. Model-Model Penelitian Filsafat Islam
1) Model M. Amin Abdullah
Penelitian
yang dilakukan M. Amin Abdullah mengambil metode kepustakaan yang bercorak
deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai
sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri, maupun sumber
yang ditulis oleh orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu.
2) Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya
berjudul History of Muslim Philosophy, yang diterjemahkan dan
disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi Para
Filosof Muslim, Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap
seluruh pemikiran filsafat Islam yang berasal dari tokoh-tokoh
filosofi abad klasik. Penelitian yang dilakukan tersebut bersifat penelitian
kualitatif. Sumbernya kajian pustaka. Metodenya deskriptis analitis, sedangkan
pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu, bahwa apa yang disajikan berdasarkan
data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh.
3) Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Metode
penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Aahwani adalah penelitian kepustakaan,
yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan . Sifat dan coraknya
adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah
pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan
kawasan dan tokoh. Melalui pendekatan historis, ia mencoba menjelaskan latar
belakang timbulnya pemikiran dalam Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan
ia mencoba membagi tokoh-tokoh filosofi menurut tempat tinggal mereka, dan
dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat
sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.
C. Pengertian Ilmu Kalam (Teologi)
Menurut Ibn
Khaldun, sebagaimana dikutip A.Hanafi, ilmu kalam ialah ilmu berisi
alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan
menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang
menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
Selain itu
ada pula yang mengatakan bahwa ilmu
kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan
keagamaan dengan bukti-bukti yang meyakinkan.
D. Model-Model Peneltian Ilmu Kalam
Secara garis
besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, penelitian yang bersifat dasar
dan pemula, dan kedua yaitu
penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian model
pertama.
1.
Penelitian
Pemula
Penelitian
model pertama ini sifatnya baru pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu
disiplin ilmu dengan merujuk pada Al-Qur’an dan hadits serta berbagai pendapat
tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi.
Pada
masa ini dapat dijumpai berbagai karya hasil penelitian pemula, yang
diantaranya merupakan karya dari :
a. Abu Manshur Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarqandy;
b. Al-Iman Abi Al-Hasan bin Isma’il Al-Asy’ari;
c. ‘Abd Al-Jabbar bin Ahmad
d. Imam Al-Thahawiyah
e. Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy
2. Penelitian
Lanjutan
Penelitian model kedua sifatnya
hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan
bahan-bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.
Tokoh-tokoh yang berperan pada
masa ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.
Abu Zahrah
b. Ali
Mushthofa Al-Ghurabi
c. Abd
Al-Lathif Muhammad Al-‘Asyr
d. Ahamad Mahmud Shubhi
e. Harun Nasution
2.4 Metodologi Tasawwuf dan Mistis Islam
A. Pengertian Tasawwuf
Dari segi
kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah yang menghubungkan orang dengan Tasawwuf.
Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang terhubung dengan Tasawwuf,
yaitu al-suffah ( ahl al-suffah ), yaitu orang yang ikut pindah dengan nabi
dari Makkah ke Madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan
shalat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos ( bahasa Yunani : Hikmah
) dan suf ( kain wol kasar ). Dengan demikian dari segi kebahasaan Tasawwuf
menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa,
mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran
dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah. Sedangkan
mistisme adalah Islam yang diberi nama Tasawwuf dan oleh kaum
orientalis barat disebut sufisme.
Jika dilihat
dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas Tasawwuf dapat
didenifisikan sebagai upaya menyucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh
kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah.
B. Model-Model Penelitian Tasawwuf
1. Model
Sayyed Husein Nasr
Hasil
penelitian Sayyed Husein Nasr dalam bidang Tasawwuf disajikan dalam bukunya
yang berjudul Tasawwuf Dulu dan Sekarang. Di dalam buku tersebut
disajikan hasil penelitiannya di bidang Tasawwuf dengan menggunakan pendekatan
tematik, yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran Tasawwuf sesuai dengan
tema tertentu.
Dari uraian
singkat di atas terlihat bahwa model penelitian Tasawwuf yang diajukan Husein
Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan
pada studi kritis terhadap ajaran Tasawwuf yang pernah berkembang dalam
sejarah.
2.
Model
Mustafa Zahri
Mustafa Zahri
memusatkan perhatiannya terhadap taswuf dengan menulis buku berjudul Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Penelitian
yang dilakukannya bersifat eksploratif, yaitu menggali ajaran Tasawwuf dari
berbagai literatur ilmu Tasawwuf. Penelitian tersebut menekankan pada ajaran
yang terdapat dalam Tasawwuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama
terdahulu serta dengan mencari sandaran pada Al Qur’an dan Al-Hadits.
3. Model Kautsar Azhari Noor
Judul
Penelitian Kautsar Azhari Noor adalah Ibn Arabi: Wahdat al-wujud dalam Perdebatan. Dengan judul tersebut terlihat
bahwa penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi dengan tokoh pahamnya yang
khas, Ibn Arabi dengan pahamnya Wahdat al-Wujud.
4. Model Harun Nasution
Harun
Nasution, Guru besar dalam Teologi dan Filsafat Islam juga menaruh perhatian
terhadap penelitian di bidang Tasawwuf. Hasil penelitiannya dituangkan dalam
bukunya yang berjudul Falsafat dan Mitisisme Dalam Islam. Dan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tematik, yakni penyajian ajaran Tasawwuf
disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan, zuhud, dan station-station
lain, al-mahabbah, al-ma’rifah, al-fana’ dan al-baqa, al-ittihad, al-bulul dan
wahdat al-wujud.
5. Model A.J. Arberry
Dalam bukunya
yang berjudul Pasang Surut Aliran Tasawwuf,
Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan
tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan demikian ia coba kemukakan
tentang firman Tuhan, kehidupan nabi,
para sufi, para zahid, para ahli teori Tasawwuf, struktur teori Tasawwuf,
struktur teori dan amalan taswuf, tarikat sufi, teosofi dalam aliran Tasawwuf,
serta runtuhnya aliran Tasawwuf.
Dari isi
penelitian tersebut, tampak bahwa Arberry menggunakan analisis kesejarahan, yakni
berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak
dilakuakan proses aktualisasi nilai atau mentransformasikan ajaran-ajaran
tersebut ke dalam makna kehidupan modern yang luas.
2.5 Metodologi Kajian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah
A. Pengertian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah
Hukum islam
(fiqh) dapat diartikan sebagai sekelompok dengan syariat ilmu yaitu berkaitan
dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash Al-Qur’an atau Alsunnnah.
Yang dimaksud dengan amal perbuatan manusia ialah segala amal perbuatan orang
mukallaf yang berhubungan dengan bidang ibadadt, muamalat, kepidanaan, dan
sebagainya.
B. Model-Model Penelitian Hukum Islam
(Fiqih)
1. Model Harun Nasution
Penelitian
Harun Nasution dalam bidang hukum islam ia tuangkan secara ringkas dalam
bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam
terhadap berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan pendekatan
sejarah, Harun Nasution telah berhasil
mendeskripsikan struktur hukum islam secara komprehensif, yaitu mulai dari
kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-Qur’an, latar belakang dan
sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam sejak zaman nabi sampai dengan
sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada didalamnya berikut sumber hukum
yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat.
2. Model Noel J. Coulson
Noel
J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya di bidang hukum islam dalam karyanya
berjudul Hukum Islam dalam Perspektif
Sejarah. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis ini menggunakan
pendekatan sejarah. Seluruh informasi tentang perkembangan hukum pada setiap
periode selalu dilihat dari faktor-faktor sosio cultural yang mempengaruhinya,
sehingga tidak ada satupun produk hukum yang dibuat dari ruang yang hampa
sejarah.
Hasil
penelitiannya itu dituangkan dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang terbentuknya hukm syariat. Bagian kedua, berbicara tentang pemikian
dan praktek hukum islam di abad pertengahan. Dan Bagian ketiga berbicara tentang hukum islam di masa modern yang di
dalamnya dibahas tentang penyerapan hukum eropa, hukum syariat kontemporer,
taklid dan pembaharuan hukum serta ijtihad.
3. Model Mohamad Atho Mudzhar
Tujuan
penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Atho Mudzhar ialah untuk mengetahui
materi fatwa yang dikemukakan Majelis
Ulama Indonesia serta latar belakang sosial politik yang melatarbelakangi
timbulnya fatwa tersebut.
Bidang
penelitian hukum islam yang dilakukan Mohamad Atho Mudzhar termasuk penelitian
uji teori atau uji asumsi (hipotesis) yang dibangun dari berbagai teori yang
terdapat dalam ilmu sosiologi hukum. Dengan menggunakan bahan-bahan tulisan,
terlihat bahwa penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan. Sedangkan kerangka
analisis yang digunakannya adalah sosiologi hukum.
C. Pengertian Kaidah Ushuliyah
Kaidah ushuliyah
merupakan gabungan dari kata Kaidah dan Ushuliyah. Kaidah dalam bahasa Arab
ditulis dengan qaidah, artinya
patokan, pedoman dan titik tolak. Ada pula yang mengartikan dengan peraturan.
Bentuk jamak qa’idah (mufrad) adalah qawa’id.
Adapun ushuliyah berasal dari kata al-ashl, artinya pokok, dasar, atau dalil
sebagai landasan. Jadi, kaidah ushuliyah adalah pedoman untuk menggali dalil
syara’. Kaidah ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau
kata yang digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu
dengan didasarkan kepada pengamatan kebahasaan dan kesusastraan Arab.
Dalil syara’ itu ada yang
bersifat menyeluruh, universal dan global (kuli dan mujmal) dan ada yang hanya
di tujukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabang hukum tertentu pula. Dalil
yang besifat menyeluruh itu di sebut pula kaidah ushuliyyah.
Dari beberapa pengertian
mengenai kaidah ushuliyah di atas penyusun simpulkan bahwa kaidah ushuliyah itu
merupakan sejumlah peraturan untuk menggali dalil-dalil syara’ sehingga
didapatkan hukum syara’ dari dalil-dalil tersebut.
D. Perbedaan
antara Kaidah Ushuliyyah dan Kaidah Fiqih
1) Kaidah ushuliyah pada
hakikatnya adalah qa’idah istidlaliyah yang menjadi wasilah
para mujtahid dalam istinbath (pengambilan) sebuah hukum syar’iyah
amaliah. Kaidah ini menjadi alat yang membantu para mujtahid dalam
menentukan suatu hukum. Dengan kata lain, kita bisa memahami, bahwa kaidah
ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah alat atau wasilah kepada
kesimpulan suatu hukum syar’i. Sedangkan, kaidah fiqih adalah suatu susunan
lafadz yang mengandung makna hukum syar’iyyah aghlabiyyah yang
mencakup di bawahnya banyak furu’. Sehingga kita bisa memahami bahwa
kaidah fiqih adalah hukum syar’i. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar (menghadirkan)
hukum bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah
ushul).
2) Objek kaidah ushuliyyah adalah
dalil hukum, sedangkan kaidah fiqih adalah perbuatan mukallaf.
3) Ketentuan kaidah ushuliyyah
berlaku bagi seluruh juziyyah, sedangkan kaidah fiqih berlaku pada sebagian
besar (aghlab) juziyyah.
4) Kaidah ushuliyyah, sebagian
saran istinbath hukum. Sedangkan kaidah fiqih sebagian usaha menghimpun dan
ketentuan hukum yang sama untuk memudahkan pemahaman fiqih.
5) Kaidah ushuliyyah biasa
bersifat prediktif. Sedangkan kaidah fiqih bersifat wujud setelah ketentuan
furu’.
6) Kaidah-kaidah ushul lebih umum dari kaidah-kaidah
fiqih.
2.6 Metodologi Pemikiran Modern
A. Pengertian Pembaruan Dalam Islam
Di sebagian
umat islam tradisional hingga saat ini tampak ada perasaan masih belum mau
menerima apa yang dimaksud dengan pembaruan Islam. Hal ini, antara lain
disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaruan islam. Mereka
memandang bahwa pembaruan islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti
dengan ajaran Islam yang baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan pada
hasil ijtihad para ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan unggul
kepribadiannya. Oleh karena itu, mereka masih beranggapan bahwa pemikiran ulama
di abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan pemikiran
ulama sekarang.
Pembaruan
Islam bukan berarti mengubah, mengurangi, atau menambah teks Al-Qur’an maupun
Al-Hadits, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas keduanya
sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dilakukan karena betapa pun hebatnya
paham-paham yang dihasilkan para ulam adi zaman lampau, tetap ada kekurangannya
dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan pengetahuan, situasi sosial, dan lain
sebagainya.
B. Model Penelitian Pemikiran Modern Dalam
Islam
1. Model Penelitian Delian Noer
Salah satu
buku hasil penelitian Delian Noer yang memuat pemikiran modern dalam islam
berjudul Gerakan Modern Islam di
Indonesia 1900-1942. Dari judul bykunya itu, terlihat bahwa penelitian yang
dilakukan bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang mencoba
mendeskripsikan gerakan modern Islam di Indonesia yang terjadi pada tahun
1900-1942.
Penelitian
tersebut antara lain memuat latar belakang pemikiran, permasalahan yang ingin
dipecahkan, metode dan pendekatan serta analisis yang digunakan.
2.
Model Penelitian H.A.R Gibb
Hasil
penelitian yang dilakukan H.A.R Gibb berjudul Modern Trends in Islam. Model penelitian gerakan islam modern yang
dilakukan Gibb bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang
sepenuhnya menggunakan bahan-bahanyang terdapat dalam sumber-sumber tertulis,
khususnya buku-buku yang ditulis para penulis sebelumnya.
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitiannya itu adalah pendekatan filosofis historis,
yaitu penelitian yang menekankan upaya untuk menarik nilai-nilai universal yang
didasarkan pada informasi yang terdapat dalam kitab suci dan didukung oleh
kebenaran sejarah.
2.7 Metodologi Pendidikan Islam
A. Pengertian Pendidikan Islam
Dari segi
bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan ( hal, cara, dan sebagainya )
mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan
(latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin, dan sebagainya. Dalam bahasa
Arab, para pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk
arti pendidikan.
Adapun
pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagia
sumber yang diberikan para ahli pendidikan. Dalam UU tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU RI No. 2 Tahun 1989) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, da
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Selanjutnya
kata islam berasal dari bahasa arab aslama, yuslimu islaman yang berarti patuh,
tunduk, berseraah diri, serta memohon selamat dan sentosa.
Selanjutnya, jika kata pendidikan
dan islam disatukan menjadi pendidikan Islam, artinya secara sederhana adalah
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam. Sebagian ada yang mengatakan bahwa
pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang
bersumber dan berpedomankan ajaran islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an
dan terjabar dalam sunnah rasul.
Dapat
disimpulkan, pendidikan Islam yaitu upaya membimbing, mengarahkan, dan membina
peserta didikan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu
kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
B. Aspek-Aspek Pendidikan Islam
Dilihat
dari segi sejarah atau periodenya, pendidikan islam mencakup:
1) Periode pembinaan islam yang berlangsung pada
zaman Nabi Muhammad SAW;
2) Periode pertumbuhan pendidikan
islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat samapi masa akhir Bani
Umayyah;
3) Periode kejayaan pendidikan
Islam, yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya
Baghdad;
4) Periode kemunduran pendidikan
Islam, yatu sejak jatuhnya Baghdad samapi jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon;
5) Periode pembaharuan pendidikan
Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini.
Selanjutnya
dilihat dari kelembagaannnya, pendidikan Islam mengenal adanya pendidikan yang
dilaksanakan di rumah, mesjid, pesantren dan madrasah dengan berbagai macam
corak dan pendekatannya.
Selanjutnya
pendidikan Islam sebagai sebuah system adalah suatu kegiatan yang didalamnya
mengandung aspek tujuan, kurikulum, guru, metode, pendekatan, sarana prasana,
lingkungan, administrasi dan sebagainya yang saling berkaitan dan membentuk sistem
yang terpadu.
C. Model Penelitian Ilmu Pendidikan Islam
1) Model Penelitian tentang Problema
Guru
Dalam usaha
memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional ( National Education
Association ) di Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang Problema
yang dihadapi guru secara nasional pada tahun 1968. Prosedur yang dilakukan
dalam penelitian tersebut dilakukan dengan cara pengumpulan data. Dengan
demikian, penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk penelitian survei,
yaitu penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di
lapangan, tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis.
Penelitian tersebut menggunakan data lapangan yang dikumpulkan melalui
instrumen pengumpulan data, yaitu kuesioner yang sampelnya mewakili tingkat
nasional, dan objek yang diteliti adalah problema yang dihadapi guru.
2) Model Penelitian tentang Lembaga Pedidikan
Islam
Salah satu
penelitian yang berkenaan dengan lembaga pendidikan Islam adalah penelitian
yang digunakan oleh Karel A. Steenbrink dalam bukunya yang berjudul Pesantren,
Madrasah dan Sekolah Tinggi Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Metode
penelitian yang digunakan adalah pengamatan (observasi ). Sedangkan objek
pengamatannya adalah sejumlah pesantern yang berada di Jawa dan Sumatera.
Kesimpulan yang didapat yaitu
bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di Indonesia
melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan islam yang
juga mememnuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya.
3) Model Penelitian Kultur Pendidikan Islam
Penelitian
yang mengambil objek kajian tentang kultur pendidikan Islam khususnya yang ada
di pesantren, antara lain dilakukan oleh Mastuhu dan Zamakhsyari Dhofir. Model
penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti ini terdiri dari model penelitian
Mastuhu dan model penelitian Zamakhsyari Dhofier.
2.8 Metodologi Tekstualitas dan
Kontekstualitas
Tekstual
dapat diartikan mengacu pada teks. Metodologi tekstual menekankan pada
signifikansi teks-teks sebagai kajian Islam dengan merujuk pada sumber-sumber
suci dalam Islam, terutama Al-Qur’an dan Hadits. Pemahaman hukum mengacu apa
adanya yang tertera dalam Al-Qur’an atau Hadits. Tidak memandang latar belakang
sosial dan kultur masyarakat dan faktor yang melatarbelakangi permasalahan yang
terjadi.
Metodologi
kontekstual merupakan metode untuk memahami dalam kerangka konteksnya, baik
ruang dan waktu. Pendekatan ini merupakan perangkat komplementer yang
menjelaskan motif-motif kesejahteraan dalam ritual Islam, untuk memperkuat
asumsi bahwa Islam merupakan entitas yang komprehensif yang melingkupi elemen
normatif dan elemen praksis, selain itu menepis pandangan bahwa Islam itu
radikal dan keras. Metode ini juga mengacu pada sumber-sumber ajaran Islam
yaitu Al-Qur’an dan Hadist, akan tetapi dipahami secara berbeda dengan
metodologi tekstual, dilihat dari waktu, latar belakang sosial, kultur budaya
serta faktor penyebab dan akibatnya.
2.9 Metodologi Muqaranah Madzhab
A. Pengertian Muqaranah Madzhab
Secara etimologi muqaranah dalam kamus
al-Munjid berasal dari kata kerja qarana, yang artinya membandingkan dan arti
muqaranah itu sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal yang berarti
membandingkan atau perbandingan. Membandingkan di sini adalah membandingkan
antara dua perkara atau lebih.
Menurut bahasa madzhab berarti jalan
atau tempat yang dilalui. Kata madzhab berasal dari kata dzahaba – yadzhabu –
dzahaban – dzuhuban – madzhaban. Madzhab juga berarti pendirian.
Dapat disimpulkan, bahwa pengertian madzhab adalah hasil
ijtihad seorang imam (mujtahid mutlak mustaqil) tentang hukum suatu masalah
atau tentang kaedah kaedah istinbatnya. Maka yang dimaksud dengan muqaranah
madzah adalah ilmu yang mempelajari tentang perbandingan hukum dari berbagai
madzhab, baik dari segi persamaan maupun perbedaannya kemudian mengambil mana
yang tepat untuk dijadikan landasanhukum.
Dengan kata lain muqarah madzahib merupakan bidang yang mengkaji dan membahas tentang hukum yang terdapat dalam berbagai madzhab dengan cara membandingkan satu sama lainnya agar dapat melihat tingkat kehujjahan yang dimiliki oleh masing-masing madzhab tersebut serta mencari segi-segi persamaan dan perbedaannya.
Dikalangan umat islam ada empat madzhab yang paling terkenal yaitu madzhab hanafi (80 – 150H), madzhab maliki (93 – 179 H), madzhab syafi’I (150 – 204H), dan madzhab hanbali (164 – 241H).
Dengan kata lain muqarah madzahib merupakan bidang yang mengkaji dan membahas tentang hukum yang terdapat dalam berbagai madzhab dengan cara membandingkan satu sama lainnya agar dapat melihat tingkat kehujjahan yang dimiliki oleh masing-masing madzhab tersebut serta mencari segi-segi persamaan dan perbedaannya.
Dikalangan umat islam ada empat madzhab yang paling terkenal yaitu madzhab hanafi (80 – 150H), madzhab maliki (93 – 179 H), madzhab syafi’I (150 – 204H), dan madzhab hanbali (164 – 241H).