Selasa, 18 Juli 2017

Makalah Aneka Metodologi Memahami Islam - Tugas Metodologi Studi Islam



PEMBAHASAN

2.1       Metodologi Ulumul Tafsir
A.        Pengertian Tafsir
Tafsir berasal dari bahasa Arab fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan.  Selain itu, pengertian tafsir sebagaimana juga dikemukakan pakar Al Qur’an dalam formulasi yang berbeda-beda, namun dengan maksud atau esensinya sama. Al Jurjani, misalnya mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat al-quran dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. Sementara itu Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah SWT, menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya, Abu Hayan, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengungkapakan lafal-lafal Al-quran disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Dari banyak pengertian tadi, dapat disimpulkan bahwa tafsir ialah suatu ilmu yang membahas tentang isi atau makna atau pemahaman yang terdapat dalam lafal-lafal Al-quran yang berisi penjelasan dan keterangan.
B.        Model Penelitian Tafsir
Berikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut :
                  1) Model Quraish Shihab
H.M Quraish Shihab pakar di bidang tafsir dan hadits se-Asia Tenggara, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu di bidang tafsir.
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan, yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun ulama lainnya, data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan.
Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang: (1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir, (2) corak-corak penafsiran, (3) macam-macam metode penafsiran Al Qur’an, (4) syarat-syarat dalam menafsirkan Al Qur’an, (5) hubungan tafsir modernisasi.
2) Model Ahmad Al-Syabashi
Pada tahun 1985 Ahmad Asy-syarhasbi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagaimana yang dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti Ibn Jarir Ath-Thabrari, Al-Zamakhsyari, Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Syatibi, Haji khalifah.
Hasil penelitiannya itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.
Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulullah SAW, pada awal masa pertumbuhan Islam disusun pendek dan tampak ringkas karena penguasaan bahasa Arab yang murni pada saat itu  cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat Al-Qur’an. Pada masa-masa sesudah itu penguasaan bahasa Arab yang murni tadi mengalami kerusakan akibat pencampuran masyarakat Arab dengan bangsa-bangsa lain.
Lebih lanjut Al-Syarbashi mengatakan, tentu saja pertama-tama kita harus mengambil tafsir dari Rasulullah SAW melalui riwayat-riwayat hadits yang tidak ada keraguan atas kebenarannya. Setelah kita pegang tafsir yang berasal dari nabi, barulahh kita cari tafsir-tafsir dari para sahabat beliau.
3) Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang tafsir Al Qur’an. Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Ghazali adalah berjudul Berdialog dengan Al-Qur’an. Tentang macam-macam metode memahami Al-Qur’an Al-Ghazali membaginya ke dalam metode klasik dan metode modern dalam memhami Aquran. Menurutnya dalam berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur’an yang berawal dari ulama generasi terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan  Al-Qur’an, sehingga lahirlah apa yang kita kenal dengan metodologi memahami Al-Qur’an.

2.2       Metodologi Ulumul Hadits
A.        Pengertian Hadits
Dilihat dari pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa Arab,  yaitu dari kata badatsa, yabdutsu, badtsan, baditsan, dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tesebut misalnya dapat berarti Al-jadid min al-asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai lawan kata al-qadim yang  artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik.
Pengertian hadits secara bahasa lebih ditekankan pada arti berita atau khabar, yang berarti ma yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain.

Selanjutnya, hadits dilihat dari segi pengertian istilah, dijumpai pendapat yang berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang digunakan oleh masing-masing dalam melihat suatu masalah. Secara istilah, Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa Hadits, khabar, dan atsar mempunyai pengertian yang sama, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasullulah SAW, sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan, baik semuanya itu dilakukan sewaktu-waktu saja, maupun lebih sering dan banyak diikuti oleh para sahabat.
Sedangkan ulama ahli ushul fiqih mengatakan hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi yang berkaitan dengan penetapan hukum.
Dari uraian  di atas dapat disimpulkan bahwa hadits adalah segala sesuatu yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan / pernyataan.
B.        Model-Model Penelitian Hadits
Sebagaimana halnya Al-Qur’an, Al-Hadits pun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan dapat penelitian terhadap Al-Hadits lebih banyak kemungkinannya dibandingkan penelitian terhadap Al-Qur’an.
Berikut ini model-model penelitian hadits yang dilakukan oleh para ahli hadits, antara lain:
1) Model H.M. Quraish Shihab
Dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al Qur’an, Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu mengenai hubungan hadits dengan Al Qur’an serta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir. Bahan-bahan yang beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu sejulah buku yang ditulis para pakar di bidang hadits termasuk pula Al-Qur’an. Sedangkan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji hipotesis.
Hasil penelitian Quraish Shihab tentang fungsi hadits terhadap Al Qur’an, menyatakan bahwa Al Qur’an menekankan bahwa Rasul SAW, berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah.



2) Model Musthafa Al-Siba’iy
Penelitian yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy dalam bukunya  Al-sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’I al-islami, bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analitis. Yakni dalam sistem penyajian menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah. Ia berupaya mendapatkan bahan penelitian sebanyak-banyaknya dari berbagai literatur hadits sepanjang perjalanan kurun waktu yang tidak singkat.
Hasil penelitian yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah sampai sekarang.
3) Model Muhammad Al-Ghazali
Dilihat dari segi kandungan yang terdapat dalam buku yang ditulisnya, nampak bahwa penelitian hadits yang dilakukan Muhammad Al-Ghazali termasuk penelitian eksploratif, yaitu membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan teraktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadits tersebut.
Dengan kata lain, Muhammad Al-Ghazali terlebih dahulu memahami hadits yang ditelitinya itu dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan berbagai masalah aktual yang muncul di masyarakat.
4) Model Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiy
            Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiy nampak berusaha membangun ilmu hadits dengan menggunakan bahan hadits-hadits nabi serta berbagai pendapat para ulama yang dijumpai dalam kitab tersebut. Dengan demikian, penelitiannya bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menemukan bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu. Buku inilah yang pertama kali mengemukakan macam-macam hadits yang didasarkan pada kualitas sanad dan dan matannya.



2.3       Metodologi Filsafat dan Teologi ( Kalam )
A.        Pengertian Filsafat Islam
Dari segi bahasa , filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam. Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau Hikmah.
Selanjutnya kata islam berasal dari bahasa arab aslama, yuslima islaman yang berarti patuh, tunduk, berseradh diri, serta memhon selamat dan sentosa.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat islam yaitu pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama islam.
Filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Al-hadits, pembahasannya mencakup bidang kosmalogi, bidang metafisika, masalah kehidupan di dunia, kehidupan di akhirat, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
B.        Model-Model Penelitian Filsafat Islam
1) Model M. Amin Abdullah
Penelitian yang dilakukan M. Amin Abdullah mengambil metode kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri, maupun sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu.
            2) Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya berjudul History of Muslim Philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi Para Filosof Muslim, Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat  Islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosofi abad klasik. Penelitian yang dilakukan tersebut bersifat penelitian kualitatif. Sumbernya kajian pustaka. Metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu, bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh.


3) Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Aahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan . Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan dan tokoh. Melalui pendekatan historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran dalam Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filosofi menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.
 C.       Pengertian Ilmu Kalam (Teologi)
Menurut Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip A.Hanafi, ilmu kalam ialah ilmu berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
Selain itu ada pula yang  mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan bukti-bukti yang meyakinkan.
D.        Model-Model Peneltian Ilmu Kalam
Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, penelitian yang bersifat dasar dan pemula, dan kedua yaitu penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian model pertama.
1.            Penelitian Pemula
Penelitian model pertama ini sifatnya baru pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada Al-Qur’an dan hadits serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi.


Pada masa ini dapat dijumpai berbagai karya hasil penelitian pemula, yang diantaranya merupakan karya dari :
a. Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud  Al-Maturidy Al-Samarqandy;                                                                  
b.   Al-Iman Abi Al-Hasan bin Isma’il Al-Asy’ari;
c.  ‘Abd Al-Jabbar bin Ahmad
d.  Imam Al-Thahawiyah
e.   Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy
2.   Penelitian Lanjutan
Penelitian model kedua sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan bahan-bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.
Tokoh-tokoh yang berperan pada masa ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
            a.  Abu Zahrah
b.  Ali Mushthofa Al-Ghurabi
c.  Abd Al-Lathif Muhammad Al-‘Asyr
d.  Ahamad Mahmud Shubhi
e.  Harun Nasution

2.4       Metodologi Tasawwuf dan Mistis Islam
A.        Pengertian Tasawwuf
Dari segi kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah yang menghubungkan orang dengan Tasawwuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang terhubung dengan Tasawwuf, yaitu al-suffah ( ahl al-suffah ), yaitu orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke Madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos ( bahasa Yunani : Hikmah ) dan suf ( kain wol kasar ). Dengan demikian dari segi kebahasaan Tasawwuf menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah. Sedangkan mistisme adalah Islam yang diberi nama Tasawwuf dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme.
Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas Tasawwuf dapat didenifisikan sebagai upaya menyucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah.
B.        Model-Model Penelitian Tasawwuf
                1.  Model Sayyed Husein Nasr
Hasil penelitian Sayyed Husein Nasr dalam bidang Tasawwuf disajikan dalam bukunya yang berjudul Tasawwuf Dulu dan Sekarang. Di dalam buku tersebut disajikan hasil penelitiannya di bidang Tasawwuf dengan menggunakan pendekatan tematik, yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran Tasawwuf sesuai dengan tema tertentu.
Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa model penelitian Tasawwuf yang diajukan Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran Tasawwuf yang pernah berkembang dalam sejarah.
2.            Model Mustafa Zahri
Mustafa Zahri memusatkan perhatiannya terhadap taswuf dengan menulis buku berjudul Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Penelitian yang dilakukannya bersifat eksploratif, yaitu menggali ajaran Tasawwuf dari berbagai literatur ilmu Tasawwuf. Penelitian tersebut menekankan pada ajaran yang terdapat dalam Tasawwuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari sandaran pada Al Qur’an dan Al-Hadits.
3.  Model Kautsar Azhari Noor
Judul Penelitian Kautsar Azhari Noor adalah Ibn Arabi: Wahdat al-wujud dalam Perdebatan. Dengan judul tersebut terlihat bahwa penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi dengan tokoh pahamnya yang khas, Ibn Arabi dengan pahamnya Wahdat al-Wujud.



4.  Model Harun Nasution
Harun Nasution, Guru besar dalam Teologi dan Filsafat Islam juga menaruh perhatian terhadap penelitian di bidang Tasawwuf. Hasil penelitiannya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Falsafat dan Mitisisme Dalam Islam. Dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tematik, yakni penyajian ajaran Tasawwuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan, zuhud, dan station-station lain, al-mahabbah, al-ma’rifah, al-fana’ dan al-baqa, al-ittihad, al-bulul dan wahdat al-wujud.
5.  Model A.J. Arberry
Dalam bukunya yang berjudul Pasang Surut Aliran Tasawwuf, Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan demikian ia coba kemukakan tentang firman Tuhan,  kehidupan nabi, para sufi, para zahid, para ahli teori Tasawwuf, struktur teori Tasawwuf, struktur teori dan amalan taswuf, tarikat sufi, teosofi dalam aliran Tasawwuf, serta runtuhnya aliran Tasawwuf.
Dari isi penelitian tersebut, tampak bahwa Arberry menggunakan analisis kesejarahan, yakni berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak dilakuakan proses aktualisasi nilai atau mentransformasikan ajaran-ajaran tersebut ke dalam makna kehidupan modern yang luas.

2.5       Metodologi Kajian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah
A.        Pengertian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah
Hukum islam (fiqh) dapat diartikan sebagai sekelompok dengan syariat ilmu yaitu berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash Al-Qur’an atau Alsunnnah. Yang dimaksud dengan amal perbuatan manusia ialah segala amal perbuatan orang mukallaf yang berhubungan dengan bidang ibadadt, muamalat, kepidanaan, dan sebagainya.
B.        Model-Model Penelitian Hukum Islam (Fiqih)
            1. Model Harun Nasution
            Penelitian Harun Nasution dalam bidang hukum islam ia tuangkan secara ringkas dalam bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan pendekatan sejarah,  Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur hukum islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-Qur’an, latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam sejak zaman nabi sampai dengan sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada didalamnya berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat.
            2. Model Noel J. Coulson
            Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya di bidang hukum islam dalam karyanya berjudul Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis ini menggunakan pendekatan sejarah. Seluruh informasi tentang perkembangan hukum pada setiap periode selalu dilihat dari faktor-faktor sosio cultural yang mempengaruhinya, sehingga tidak ada satupun produk hukum yang dibuat dari ruang yang hampa sejarah.
Hasil penelitiannya itu dituangkan dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang terbentuknya hukm syariat. Bagian kedua, berbicara tentang pemikian dan praktek hukum islam di abad pertengahan. Dan Bagian ketiga berbicara tentang hukum islam di masa modern yang di dalamnya dibahas tentang penyerapan hukum eropa, hukum syariat kontemporer, taklid dan pembaharuan hukum serta ijtihad.
3. Model Mohamad Atho Mudzhar
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Atho Mudzhar ialah untuk mengetahui materi fatwa  yang dikemukakan Majelis Ulama Indonesia serta latar belakang sosial politik yang melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut.
Bidang penelitian hukum islam yang dilakukan Mohamad Atho Mudzhar termasuk penelitian uji teori atau uji asumsi (hipotesis) yang dibangun dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu sosiologi hukum. Dengan menggunakan bahan-bahan tulisan, terlihat bahwa penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan. Sedangkan kerangka analisis yang digunakannya adalah sosiologi hukum.
C.        Pengertian Kaidah Ushuliyah
Kaidah ushuliyah merupakan gabungan dari kata Kaidah dan Ushuliyah. Kaidah dalam bahasa Arab ditulis dengan qaidah, artinya patokan, pedoman dan titik tolak. Ada pula yang mengartikan dengan peraturan. Bentuk jamak qa’idah (mufrad) adalah qawa’id. Adapun ushuliyah berasal dari kata al-ashl, artinya pokok, dasar, atau dalil sebagai landasan. Jadi, kaidah ushuliyah adalah pedoman untuk menggali dalil syara’. Kaidah ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan didasarkan kepada pengamatan kebahasaan dan kesusastraan Arab.
Dalil syara’ itu ada yang bersifat menyeluruh, universal dan global (kuli dan mujmal) dan ada yang hanya di tujukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabang hukum tertentu pula. Dalil yang besifat menyeluruh itu di sebut pula kaidah ushuliyyah.
Dari beberapa pengertian mengenai kaidah ushuliyah di atas penyusun simpulkan bahwa kaidah ushuliyah itu merupakan sejumlah peraturan untuk menggali dalil-dalil syara’ sehingga didapatkan hukum syara’ dari dalil-dalil tersebut.
D.        Perbedaan antara Kaidah Ushuliyyah dan Kaidah Fiqih
1)  Kaidah ushuliyah pada hakikatnya adalah qa’idah istidlaliyah yang menjadi wasilah para mujtahid dalam istinbath (pengambilan) sebuah hukum syar’iyah amaliah. Kaidah ini menjadi alat yang membantu para mujtahid dalam menentukan suatu hukum. Dengan kata lain, kita bisa memahami, bahwa kaidah ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah alat atau wasilah kepada kesimpulan suatu hukum syar’i. Sedangkan, kaidah fiqih adalah suatu susunan lafadz yang mengandung makna hukum syar’iyyah aghlabiyyah  yang mencakup di bawahnya banyak furu’. Sehingga kita bisa memahami bahwa kaidah fiqih adalah hukum syar’i. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar (menghadirkan) hukum bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah ushul).
2)  Objek kaidah ushuliyyah adalah dalil hukum, sedangkan kaidah fiqih adalah perbuatan mukallaf.
3) Ketentuan kaidah ushuliyyah berlaku bagi seluruh juziyyah, sedangkan kaidah fiqih berlaku pada sebagian besar (aghlab) juziyyah.
4)  Kaidah ushuliyyah, sebagian saran istinbath hukum. Sedangkan kaidah fiqih sebagian usaha menghimpun  dan ketentuan hukum yang sama untuk memudahkan pemahaman fiqih.
5)   Kaidah ushuliyyah biasa bersifat prediktif. Sedangkan kaidah fiqih bersifat wujud setelah ketentuan furu’.
6)  Kaidah-kaidah ushul lebih umum dari kaidah-kaidah fiqih.

2.6       Metodologi Pemikiran Modern
A.        Pengertian Pembaruan Dalam Islam
Di sebagian umat islam tradisional hingga saat ini tampak ada perasaan masih belum mau menerima apa yang dimaksud dengan pembaruan Islam. Hal ini, antara lain disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaruan islam. Mereka memandang bahwa pembaruan islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam yang baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan unggul kepribadiannya. Oleh karena itu, mereka masih beranggapan bahwa pemikiran ulama di abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan pemikiran ulama sekarang.
Pembaruan Islam bukan berarti mengubah, mengurangi, atau menambah teks Al-Qur’an maupun Al-Hadits, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dilakukan karena betapa pun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulam adi zaman lampau, tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya.
B.        Model Penelitian Pemikiran Modern Dalam Islam
            1. Model Penelitian Delian Noer
Salah satu buku hasil penelitian Delian Noer yang memuat pemikiran modern dalam islam berjudul Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Dari judul bykunya itu, terlihat bahwa penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang mencoba mendeskripsikan gerakan modern Islam di Indonesia yang terjadi pada tahun 1900-1942.
Penelitian tersebut antara lain memuat latar belakang pemikiran, permasalahan yang ingin dipecahkan, metode dan pendekatan serta analisis yang digunakan.
2.  Model Penelitian H.A.R Gibb
Hasil penelitian yang dilakukan H.A.R Gibb berjudul Modern Trends in Islam. Model penelitian gerakan islam modern yang dilakukan Gibb bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang sepenuhnya menggunakan bahan-bahanyang terdapat dalam sumber-sumber tertulis, khususnya buku-buku yang ditulis para penulis sebelumnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitiannya itu adalah pendekatan filosofis historis, yaitu penelitian yang menekankan upaya untuk menarik nilai-nilai universal yang didasarkan pada informasi yang terdapat dalam kitab suci dan didukung oleh kebenaran sejarah.

2.7       Metodologi Pendidikan Islam
A.        Pengertian Pendidikan Islam
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan ( hal, cara, dan sebagainya ) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin, dan sebagainya. Dalam bahasa Arab, para pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan.
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagia sumber yang diberikan para ahli pendidikan. Dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 2 Tahun 1989) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, da atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.


Selanjutnya kata islam berasal dari bahasa arab aslama, yuslimu islaman yang berarti patuh, tunduk, berseraah diri, serta memohon selamat dan sentosa.
Selanjutnya, jika kata pendidikan dan islam disatukan menjadi pendidikan Islam, artinya secara sederhana adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam. Sebagian ada yang mengatakan bahwa pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan ajaran islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabar dalam sunnah rasul.
Dapat disimpulkan, pendidikan Islam yaitu upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didikan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. 
B.        Aspek-Aspek Pendidikan Islam
                        Dilihat dari segi sejarah atau periodenya, pendidikan islam mencakup:
1)  Periode pembinaan islam yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad SAW;
2) Periode pertumbuhan pendidikan islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat samapi masa akhir Bani Umayyah;
3) Periode kejayaan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad;
4) Periode kemunduran pendidikan Islam, yatu sejak jatuhnya Baghdad samapi jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon;
5) Periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini.
Selanjutnya dilihat dari kelembagaannnya, pendidikan Islam mengenal adanya pendidikan yang dilaksanakan di rumah, mesjid, pesantren dan madrasah dengan berbagai macam corak dan pendekatannya.
Selanjutnya pendidikan Islam sebagai sebuah system adalah suatu kegiatan yang didalamnya mengandung aspek tujuan, kurikulum, guru, metode, pendekatan, sarana prasana, lingkungan, administrasi dan sebagainya yang saling berkaitan dan membentuk sistem yang terpadu.

C.        Model Penelitian Ilmu Pendidikan Islam
            1) Model Penelitian tentang Problema Guru
Dalam usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional ( National Education Association ) di Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang Problema yang dihadapi guru secara nasional pada tahun 1968. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian tersebut dilakukan dengan cara pengumpulan data. Dengan demikian, penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk penelitian survei, yaitu penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis. Penelitian tersebut menggunakan data lapangan yang dikumpulkan melalui instrumen pengumpulan data, yaitu kuesioner yang sampelnya mewakili tingkat nasional, dan objek yang diteliti adalah problema yang dihadapi guru.
2)   Model Penelitian tentang Lembaga Pedidikan Islam
Salah satu penelitian yang berkenaan dengan lembaga pendidikan Islam adalah penelitian yang digunakan oleh Karel A. Steenbrink dalam bukunya yang berjudul Pesantren, Madrasah dan Sekolah Tinggi Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Metode penelitian yang digunakan adalah pengamatan (observasi ). Sedangkan objek pengamatannya adalah sejumlah pesantern yang berada di Jawa dan Sumatera.
Kesimpulan yang didapat yaitu bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di Indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan islam yang juga mememnuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya.
3)    Model Penelitian Kultur Pendidikan Islam
Penelitian yang mengambil objek kajian tentang kultur pendidikan Islam khususnya yang ada di pesantren, antara lain dilakukan oleh Mastuhu dan Zamakhsyari Dhofir. Model penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti ini terdiri dari model penelitian Mastuhu dan model penelitian Zamakhsyari Dhofier.


2.8       Metodologi Tekstualitas dan Kontekstualitas
Tekstual dapat diartikan mengacu pada teks. Metodologi tekstual menekankan pada signifikansi teks-teks sebagai kajian Islam dengan merujuk pada sumber-sumber suci dalam Islam, terutama Al-Qur’an dan Hadits. Pemahaman hukum mengacu apa adanya yang tertera dalam Al-Qur’an atau Hadits. Tidak memandang latar belakang sosial dan kultur masyarakat dan faktor yang melatarbelakangi permasalahan yang terjadi.
Metodologi kontekstual merupakan metode untuk memahami dalam kerangka konteksnya, baik ruang dan waktu. Pendekatan ini merupakan perangkat komplementer yang menjelaskan motif-motif kesejahteraan dalam ritual Islam, untuk memperkuat asumsi bahwa Islam merupakan entitas yang komprehensif yang melingkupi elemen normatif dan elemen praksis, selain itu menepis pandangan bahwa Islam itu radikal dan keras. Metode ini juga mengacu pada sumber-sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist, akan tetapi dipahami secara berbeda dengan metodologi tekstual, dilihat dari waktu, latar belakang sosial, kultur budaya serta faktor penyebab dan akibatnya.
















2.9       Metodologi Muqaranah Madzhab
A.        Pengertian Muqaranah Madzhab
Secara etimologi muqaranah dalam kamus al-Munjid berasal dari kata kerja qarana, yang artinya membandingkan dan arti muqaranah itu sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal yang berarti membandingkan atau perbandingan. Membandingkan di sini adalah membandingkan antara dua perkara atau lebih.
Menurut bahasa madzhab berarti jalan atau tempat yang dilalui. Kata madzhab berasal dari kata dzahaba – yadzhabu – dzahaban – dzuhuban – madzhaban. Madzhab juga berarti pendirian.
Dapat disimpulkan, bahwa pengertian madzhab adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid mutlak mustaqil) tentang hukum suatu masalah atau tentang kaedah kaedah istinbatnya. Maka yang dimaksud dengan muqaranah madzah adalah ilmu yang mempelajari tentang perbandingan hukum dari berbagai madzhab, baik dari segi persamaan maupun perbedaannya kemudian mengambil mana yang tepat untuk dijadikan landasanhukum.
Dengan kata lain muqarah madzahib merupakan bidang yang mengkaji dan membahas tentang hukum yang terdapat dalam berbagai madzhab dengan cara membandingkan satu sama lainnya agar dapat melihat tingkat kehujjahan yang dimiliki oleh masing-masing madzhab tersebut serta mencari segi-segi persamaan dan perbedaannya.
Dikalangan umat islam ada empat madzhab yang paling terkenal yaitu madzhab hanafi (80 – 150H), madzhab maliki (93 – 179 H), madzhab syafi’I (150 – 204H), dan madzhab hanbali (164 – 241H).